Pada ujian akhir penerimaan raport di sebuah
pesantren, tampak seorang santri putra tak henti-hentinya senyum
terkulum di bibir mungilnya. Wajah imutnya menghiasi panggung kehormatan
haflah (acara perpisahan) karena menyabet predikat santri teladan tahun ini. Anak 10 tahunan ini mampu melampaui nilai-nilai akumulasi kepribadian kakak-kakak kelasnya.
"Apa yang menyebabkan Adik bisa terpilih sebagai santri teladan tahun ini?" tanya MC kepadanya.
"Saya tidak tahu, tapi ini adalah hadiah dari Allah swt untuk saya." jawabnya polos
"Apa yang membuat dewan Asatid memilihmu, bahkan kamu bisa mengalahkan kakak-kakak kelasmu?"
"Ya.. Tugas saya cuma belajar, jadi gak ada yang istimewa dalam diri saya!"
"Ada laporan bahwa kamu sangat rajin dalam belajar dalam mengulang-ulang pelajaran, betul?"
"Betul!"
"Apa yang membuat kamu begitu rajin belajar?"
"Ibu saya!"
"Kenapa dengan Ibumu?"
"Karena ibu selalu mendoakan saya jadi anak shalih, berguna dan bermanfaat bagi lainnya!"
"Jadi kamu terpilih jadi santri teladan karena ibumu?"
"Ya!"
"Apa yang menjadikan ibumu sebagai sosok penting dalam hidupmu?"
"Karena ibu saya seorang wanita shalihah."
"Apa yang ibu ajarkan kepadamu?"
"Banyak!"
"Salah satunya apa?"
"Beliau Selalu berterima kasih pada pemberian ayah saya, walau sekecil
apapun. Dan juga tak lupa ibu menyuruhku tersenyum meski sesusah
apapun!"
"Bagaimana ibumu bisa sehebat itu?"
"Karena ayah saya selalu memberi contoh untuk selalu bersyukur dengan ikhlas dalam setiap perbuatan."
Jawaban anak kecil itu benar-benar menyentuh hati para hadirin. Isak
tangis pun terdengar dimana mana. Sang kyai dengan bangga dan terharu
memeluk anak didiknya.
"Anakku, mana ibu bapakmu, suruh mereka naik ke atas panggung. Berkat mereka kamu jadi anak yang shalih!" kata sang kyai.
Santri belia itu hanya terdiam, kemudian menjawab, "Maaf pak kyai, saya
tidak berani memanggil Bapak ibu saya untuk bisa hadir."
"Kenapa, nak?"
"Karena mereka sudah dipanggil oleh Allah swt!"
(Sumber: CAP Cerita Anak Pesantren, Karya Jun Haris)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar