Kamis, 20 September 2012

SETEGUK OBAT PEMBAWA LAKNAT

Pada suatu ketika seorang ulama' besar periode Tabi'in keluar dari pesantrennya datang mengunjungi santrinya yang sedang menderita penyakit kronis yang kini ia dalam detik-detik akhir menghadapi sakarotul m
aut.

Pada saat itu si santri sudah tidak mampu untuk bangkit dan berdiri, bahkan santri itupun tak mampu lagi untuk duduk dan berucap sepatah katapun, bahkan mengucapkan syahadat pun ia sudah tak mampu. Sehingga sang kyai terpanggil hatinya untuk membantu meringankan beban santrinya di masa-masa injury time.

Beliau memulai menuntun dan mentalqininya membaca syahadat dengan pelan-pelan, namun lidah murid beliau sama sekali tidak dapat digerakkan untuk berucap syahadat, berulang-ulang kali Mbah kyai terus mengulangi talqinan, si santri tetap tak bergeming. Mulutnya menganga sementara matanya melotot mendelik ke atas dengan pandangan kosong tanpa arti.

Santrinya yang lain berkata:
"Maaf Mbah kyai, sebanyak tuan menuntunnya membaca syahadat, sebanyak itu pula tuan akan menemui kegagalan, ia tidak akan bisa mengucapkannya dan tidak akan mampu melafalkannya. Hal itu telah saya coba sebelum tuan tiba di sini. Saya sudah coba sekuat kemampuan saya, tapi saya tetap menemui kegagalan."

Tak lama kemudian ia meninggal dunia, Sang kyai pun keluar dari tempat santrinya sambil menangis sesenggukan tak kuasa meneteskan air mata karena merasa sedih melihat santrinya
meninggal dunia tanpa mengucapkan kalimat syahadat, mati tanpa iman dan islam di dadanya.

Selang beberapa hari setelah 40 hari kematian si santri, sang kyai bermimpi tentang muridnya, dalam mimpinya ia melihat bahwa si santri sedang tertarik menuju neraka. Sang guru terkejut, lalu beliau bertanya kepada si santri: "Wahai muridku mengapa kamu ketika hendak meninggal dunia tidak bisa mengucapkan syahadat?"

Ia menjawab: "Wahai guruku, dahulu semasa saya hidup, saya mengidap suatu penyakit kronis, kemudian saya berobat kepada seorang dokter, ia menyarankan saya untuk minum obat berupa khomer, aturan minum dan resepnya adalah saya dalam setahun saya harus meneguk satu guci khomer dan jika tidak saya menjalankan saran dan resep dokter, maka penyakit itu akan terus melekat pada diri saya, karena saya ingin segera sembuh, saya pun lakukan saran dokter, setiap setahun sekali saya menghabiskan minuman khomer satu guci."

"Setahun kemudian, karena kesehatan saya sedikit membaik ukuran obat saya setengah guci dalam setahun. Hingga tahun ketujuh ukuran obat saya tinggal satu sloki setahun. Tapi setelah masuk tahun kedelapan penyakit saya kembali kambuh dan waktu itu saya tahu guru datang menuntun saya membaca syahadat, tapi mulut dan lidah saya kelu tak bisa ucapkan yang guru ajarkan."

Sang kyai kemudian berkata, "Sebesar apapun penyakit pasti ada obatnya, kecuali penyakit tua. Allah menciptakan penyakit pasti pula menciptakan obat. Dan Allah tak pernah menciptakan obat dari perkara haram. Bila ada dokter memberi resep obat dari perkara haram, maka ia bukanlah mengobatimu tapi ia justru membunuhmu."

(Sumber: CAP, Cerita Anak Pesantren, Karya Jun Haris)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar