Kamis, 20 September 2012

NAMAKU HUSAIN III

"Jangan anggap remeh kebajikan meski kecil nilainya, Tahu Diri, Percaya diri dan Mawas diri adalah langkah awal meraih Harga Diri", itulah motto hidupku tiap hari. Untuk meniti hari dan menata hatiku. Tak aku biark
an waktu sedikitpun terlewatkan kecuali untuk berbagi kemanfaatan melalui kebajikan meski hanya sekecil atom.

Bagi sebagian orang mungkin lucu. Aku punya kegiatan lucu, yach.. meski belum menikah tapi aku sering dimintai tolong tetangga atau teman, untuk urusan melamarkan dan menanyakan anak gadis orang yang berwali ruwet atau tak temu-temu ujung pembicaraan. Alhamdulillah, ternyata orang tua gadis akhirnya luluh juga ketika aku datang untuk berunding. Aku sering tersenyum sendirian mengingat aku sendiri belum pernah melamar untuk diri sendiri. Tapi sudah banyak teman sukses menikah lantaran izin Allah dan melalui husain yang bodo ini.
Tapi tak apalah... Yang penting aku bisa bermanfaat buat orang lain.

Dari kegagalan2 ta'aruf yang aku alami, ada banyak dapatkan hikmah yang tiada tara, pengalaman dan pengamalan yang jadi acuan langkah untuk memijak bumi masa depan, meski tiap malam air mata tak kunjung dingin. Ia masih selalu hangat menemani jerit malamku. Ia akan tetap selalu setia lembab untuk menghangatkan dinginnya air wudlu di mukaku. Ia akan senantiasa menghangatkan lembar sajadahku yang kedinginan di sepertiga malam. Doa-doa suci, munajat-munajat manis ku hantar tiap malam.

"Wahai Tuhanku, penguasa setiap Alam. Jiwa yang dhoif ini hadir menemui-Mu. Seuntai syukur hamba hatur, atas segala curahan nikmat yang tak pernah lelah menghujaniku. Syukurku masih hitungan jari namun kurnia-Mu luas tiada bertepi. Sembah sujudku selayang pandang, kasih sayang-Mu bak pasir tak terbilang.
Tuhanku.. Ribuan pintaan ampun atas semuanya, dzahir batin. Ku tahu dosa nistaku bagai seisi bumi langit yang tak bersisi, namun ku tahu bahwa ampunan-Mu melebihi atas semua dimensi.
Tuhanku.. aku tak tahu akan arti airmata ini, taubat ataupun sesal, insaf atau bengal aku tak tahu. Yang aku tahu, bahwa imanku teramat dangkal maka dalamkanlah, sabarku hanya segelas maka samudra kanlah, qanaahku sebatas keterbatasan maka sempurnakanlah.

Tuhanku, sebenarnya hamba malu ungkapkan ini semua, namun lebih tak tahu malu jika aku sok gengsi berlagak teguh atas segala cobaan-Mu. HambaMu ini tak kuasa lagi menanggung beban. Jodoh yg selama ini kunanti tak kunjung datang menepi, sementara diri yang lemah ini akan semakin lapuk dimakan usia. Pintaku...Bila dia jauh, mohon dekatkanlah dia. Bila dia dekat pertemukanlah kami. Bila dia hidup maka kumpulkan kami di bawah panji Rasulullah saw. Bila ia sudah mati maka kemana lagi hamba pergi mencari.
Aku hanya lembar hidup yang terserah hendak Kau lukis. Semua atas titahMu.
Bila hamba boleh bermohon, aku tak ingin mati sebelum menurunkan keturunan yang akan menggantikanku berjalan di jalanMu. Aku tak ingin mati tanpa mewarisi bumiMu dengan putra shalih shalihah.

Tuhan.. Segala jalan telah ku tempuh, untuk mencari dimana bumi yg akan kutitipi benih, segala cara terputus, segala usaha tak pernah mulus, semua datang pergi selalu pupus. Sementara ku sadar, tubuh dekil bersimbah nafsu dosa ini semakin aus. Hanya harapan dan keyakinan yang membuat ku untuk bertahan.

Tuhan .. Andai jodohku bukanlah gadis pilihanku, tapi Pilihan-Mu.. Maka serupa apapun aku terima. Entah Engkau pilihkan aku berupa janda pun aku terima. Bila Engkau pilihkan aku gadis bekas WTS pun aku tak kan menolak.

Andaikan gadis yang Kau pilih, semoga tak jauh beda dengan Aisyah, bila ia janda semoga tak beda jauh dari Khadijah. Semua atas TitahMu.
Semoga sholihah, Attoyyibatu lith thoyyibin..."

Malam semakin dekati pagi, dan di shubuh itu, tanpa kusadari, setelah wirid shubuh ku hadapkan wajah ke makmum.. Sesosok wajah yang tak asing ternyata diam-diam menjadi makmum, aku kaget alang kepalang, ku beranjak dari dudukku kuraih tangan dan kucium. Dialah Mbah kyai dari pesantrenku. Tempat dimana aku menimba ilmu. Terbersit dosa dan penyesalan dalam hatiku, enang husain itu siapa berani menjadi imam gurunya?

Aku malu, bersalah, berdosa dan segudang sesal tanpa hingga...

To be continue..

(Kisah Nyata Sahabat Penulis.
Sumber: CAP Cerita Anak Pesantren, Jun Haris)
 
Bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar