Pada ujian akhir penerimaan raport di sebuah
pesantren, tampak seorang santri putra tak henti-hentinya senyum
terkulum di bibir mungilnya. Wajah imutnya menghiasi panggung kehormatan
haflah (acara perpisahan) karena menyabet predikat santri teladan tahun ini. Anak 10 tahunan ini mampu melampaui nilai-nilai akumulasi kepribadian kakak-kakak kelasnya.
"Apa yang menyebabkan Adik bisa terpilih sebagai santri teladan tahun ini?" tanya MC kepadanya.
"Saya tidak tahu, tapi ini adalah hadiah dari Allah swt untuk saya." jawabnya polos
"Apa yang membuat dewan Asatid memilihmu, bahkan kamu bisa mengalahkan kakak-kakak kelasmu?"
"Ya.. Tugas saya cuma belajar, jadi gak ada yang istimewa dalam diri saya!"
"Ada laporan bahwa kamu sangat rajin dalam belajar dalam mengulang-ulang pelajaran, betul?"
"Betul!"
"Apa yang membuat kamu begitu rajin belajar?"
"Ibu saya!"
"Kenapa dengan Ibumu?"
"Karena ibu selalu mendoakan saya jadi anak shalih, berguna dan bermanfaat bagi lainnya!"
"Jadi kamu terpilih jadi santri teladan karena ibumu?"
"Ya!"
"Apa yang menjadikan ibumu sebagai sosok penting dalam hidupmu?"
"Karena ibu saya seorang wanita shalihah."
"Apa yang ibu ajarkan kepadamu?"
"Banyak!"
"Salah satunya apa?"
"Beliau Selalu berterima kasih pada pemberian ayah saya, walau sekecil
apapun. Dan juga tak lupa ibu menyuruhku tersenyum meski sesusah
apapun!"
"Bagaimana ibumu bisa sehebat itu?"
"Karena ayah saya selalu memberi contoh untuk selalu bersyukur dengan ikhlas dalam setiap perbuatan."
Jawaban anak kecil itu benar-benar menyentuh hati para hadirin. Isak
tangis pun terdengar dimana mana. Sang kyai dengan bangga dan terharu
memeluk anak didiknya.
"Anakku, mana ibu bapakmu, suruh mereka naik ke atas panggung. Berkat mereka kamu jadi anak yang shalih!" kata sang kyai.
Santri belia itu hanya terdiam, kemudian menjawab, "Maaf pak kyai, saya
tidak berani memanggil Bapak ibu saya untuk bisa hadir."
"Kenapa, nak?"
"Karena mereka sudah dipanggil oleh Allah swt!"
(Sumber: CAP Cerita Anak Pesantren, Karya Jun Haris)
Ashabul Firdaus
Sebaik-baiknya Manusia Adalah Manusia Yang Paling Bermanfaat Bagi Manusia Lainnya
Kamis, 20 Desember 2012
PESONA IMAM SYAFI'I
Pada suatu hari Imam Asy-Syafi’i ra datang
berkunjung ke rumah al-Imam Ahmad bin Hambal. Seusai makan malam
bersama, Imam Asy-Syafi’i masuk ke kamar yang telah disediakan untuknya,
dan beliau segera berbaring (tidur) hingga esok fajar.
Puteri Imam Ahmad yang mengamati Imam Syafi’i sejak awal kedatangannya hingga masuk kamar tidur, terkejut melihat teman dekat ayahnya itu. Dengan terheran-heran ia bertanya, “Ayah…, ayah selalu memuji dan mengatakan bahwa Imam Syafi’i itu seorang ulama yang amat alim. Tapi setelah kuperhatikan dengan seksama, pada dirinya banyak hal yang tidak berkenan di hatiku, dan tidak sealim yang kukira.”
Imam Ahmad bin hambal agak terkejut mendengar perkataan puterinya. Ia balik bertanya,
“Ia seorang yang alim, anakku. Mengapa engkau berkata demikian?”
Sang putri berkata lagi, “Aku perhatikan ada tiga hal kekurangannya, Ayah.
Pertama, pada waktu disuguhi makanan, makannya lahap sekali. Kedua, sejak masuk ke kamarnya, ia tidak shalat malam dan baru keluar dari kamarnya sesudah tiba shalat subuh. Ketiga, ia shalat subuh tanpa berwudhu lebih dahulu."
Imam Ahmad bin hambal merenungkan perkataan puterinya itu, maka untuk mengetahui lebih jelasnya dia menyampaikan pengamatan puterinya kepada Imam Syafi’i.
Maka Imam Syafi’i tersenyum mendengar pengaduan puteri Imam Ahmad tersebut. Lalu dia berkata, “Wahai Ahmad sahabatku, ketahuilah olehmu. Aku banyak makan di rumahmu karena aku tahu makanan yang ada di rumahmu jelas halal dan thoyib. Maka aku tidak meragukannya sama sekali. Karena itulah aku bisa makan dengan tenang dan lahap. Lagi pula aku tahu engkau adalah seorang pemurah.
Makanan orang yang pemurah itu adalah obat, sedangkan makanan orang kikir adalah penyakit.
Aku makan semalam bukan untuk kenyang, akan tetapi untuk berobat dengan makananmu itu, wahai Ahmad.
Sedangkan mengapa aku semalam tidak shalat malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku di atas bantal tidur, tiba-tiba seakan aku melihat dihadapanku kitab Allah dan sunnah RasulNya. Dengan izin Allah, malam itu aku dapat menyusun 72 masalah ilmu fiqih Islam sehingga aku tidak sempat shalat malam lebih lama.
Sedangkan kenapa aku tidak wudhu lagi ketika shalat subuh, karena aku pada malam itu tidak dapat tidur sekejap pun. Aku semalam tidak tidur sehingga aku shalat fajar dengan wudhu shalat Isya’. Karena kebiasaanku menggunakan wudlu shalat isya'ku untuk shalat subuh. Dan itu sudah berlangsung lama semenjak aku masuk akil baligh."
(Sumber: Manaqibus Syafi'i rahimahulloh)
Puteri Imam Ahmad yang mengamati Imam Syafi’i sejak awal kedatangannya hingga masuk kamar tidur, terkejut melihat teman dekat ayahnya itu. Dengan terheran-heran ia bertanya, “Ayah…, ayah selalu memuji dan mengatakan bahwa Imam Syafi’i itu seorang ulama yang amat alim. Tapi setelah kuperhatikan dengan seksama, pada dirinya banyak hal yang tidak berkenan di hatiku, dan tidak sealim yang kukira.”
Imam Ahmad bin hambal agak terkejut mendengar perkataan puterinya. Ia balik bertanya,
“Ia seorang yang alim, anakku. Mengapa engkau berkata demikian?”
Sang putri berkata lagi, “Aku perhatikan ada tiga hal kekurangannya, Ayah.
Pertama, pada waktu disuguhi makanan, makannya lahap sekali. Kedua, sejak masuk ke kamarnya, ia tidak shalat malam dan baru keluar dari kamarnya sesudah tiba shalat subuh. Ketiga, ia shalat subuh tanpa berwudhu lebih dahulu."
Imam Ahmad bin hambal merenungkan perkataan puterinya itu, maka untuk mengetahui lebih jelasnya dia menyampaikan pengamatan puterinya kepada Imam Syafi’i.
Maka Imam Syafi’i tersenyum mendengar pengaduan puteri Imam Ahmad tersebut. Lalu dia berkata, “Wahai Ahmad sahabatku, ketahuilah olehmu. Aku banyak makan di rumahmu karena aku tahu makanan yang ada di rumahmu jelas halal dan thoyib. Maka aku tidak meragukannya sama sekali. Karena itulah aku bisa makan dengan tenang dan lahap. Lagi pula aku tahu engkau adalah seorang pemurah.
Makanan orang yang pemurah itu adalah obat, sedangkan makanan orang kikir adalah penyakit.
Aku makan semalam bukan untuk kenyang, akan tetapi untuk berobat dengan makananmu itu, wahai Ahmad.
Sedangkan mengapa aku semalam tidak shalat malam, karena ketika aku meletakkan kepalaku di atas bantal tidur, tiba-tiba seakan aku melihat dihadapanku kitab Allah dan sunnah RasulNya. Dengan izin Allah, malam itu aku dapat menyusun 72 masalah ilmu fiqih Islam sehingga aku tidak sempat shalat malam lebih lama.
Sedangkan kenapa aku tidak wudhu lagi ketika shalat subuh, karena aku pada malam itu tidak dapat tidur sekejap pun. Aku semalam tidak tidur sehingga aku shalat fajar dengan wudhu shalat Isya’. Karena kebiasaanku menggunakan wudlu shalat isya'ku untuk shalat subuh. Dan itu sudah berlangsung lama semenjak aku masuk akil baligh."
(Sumber: Manaqibus Syafi'i rahimahulloh)
KETIKA IKHLAS BICARA
Ikhlas itu tidak terpaksa
Tidak terasa
Dan tidak pula merasa
Meremehkan pada orang lain berarti kau sudah kalah satu langkah darinya.
Suudzon pada keberhasilan dan kemuliaan orang lain berarti kau menghancur-leburkan karaktermu sendiri.
Iri dan dengki pada kenikmatan orang lain berarti kau tak punya semangat untuk bangkit.
Banyak bicara, dalih dan alasan pada satu kegagalan berarti kau banyak kebohongan.
Suka berburuk sangka pada orang lain berarti kau biasa membohongi orang lain.
Suka mencari kekurangan dan kesalahan orang lain berarti kau yang merasa paling benar sendiri.
Keras dan kasar terhadap anak kecil dan orang yang lemah, berarti kau orang yang tak mengenal kedamaian.
Belajar tak harus dari buku
Tak harus duduk manis di atas bangku
Tak harus formal beralmamater
Di sekitarmu banyak ilmu
Di dekatmu banyak pengetahuan
Hanya saja kita tak sanggup membuka hati, mata dan telinga
Kita hanya cenderung membuka mulut saja.
(Sumber: Buah Kecil Kebahagiaan, Karya Jun Haris)
Tidak terasa
Dan tidak pula merasa
Meremehkan pada orang lain berarti kau sudah kalah satu langkah darinya.
Suudzon pada keberhasilan dan kemuliaan orang lain berarti kau menghancur-leburkan karaktermu sendiri.
Iri dan dengki pada kenikmatan orang lain berarti kau tak punya semangat untuk bangkit.
Banyak bicara, dalih dan alasan pada satu kegagalan berarti kau banyak kebohongan.
Suka berburuk sangka pada orang lain berarti kau biasa membohongi orang lain.
Suka mencari kekurangan dan kesalahan orang lain berarti kau yang merasa paling benar sendiri.
Keras dan kasar terhadap anak kecil dan orang yang lemah, berarti kau orang yang tak mengenal kedamaian.
Belajar tak harus dari buku
Tak harus duduk manis di atas bangku
Tak harus formal beralmamater
Di sekitarmu banyak ilmu
Di dekatmu banyak pengetahuan
Hanya saja kita tak sanggup membuka hati, mata dan telinga
Kita hanya cenderung membuka mulut saja.
(Sumber: Buah Kecil Kebahagiaan, Karya Jun Haris)
SECANGKIR KOPI DARI PESANTREN
Serombongan orang datang mengunjungi Kyai
Sepuh di sebuah pesantren kecil di sebuah desa. Meskipun dari pesantren
kecil dan di desa pula, Kyai Sepuh ini kerap sekali menerima tamu dari
berbagai kalangan untuk berbagai urusan.
Kyai Sepuh ini terkenal dengan kemampuannya memberikan berbagai solusi
persoalan yang rumit dengan caranya yang mudah – sederhana. Seperti
biasa Pak Kyai mendengarkan dahulu masalah para tamunya, baru kemudian
memberikan solusinya.
Maka satu demi satu rombongan tersebut mengutarakan problemnya masing masing. Ada yang mengeluhkan problem keluarganya yang seret ekonomi, ada yang meminta pengasihan supaya enteng jodoh, ada yang mengeluhkan anaknya yang bandel, ada yang meminta jampi-jampi untuk saudaranya yang sakit dlsb.
Setelah semua berkesempatan menyampaikan uneg-uneg mereka, Mbah Kyai minta ijin untuk mengambilkan kopi di belakang – saking sederhananya Kyai ini sampai tidak memiliki pembantu. Tidak lama kemudian Beliau datang dengan membawa teko berisi kopi, didampingi istrinya yang membawakan sejumlah cangkir.
Karena kesederhaannya pula diantara cangkir-cangkir tersebut tidak ada yang sama bentuk, model maupun ukurannya. Menyadari akan adanya rasa penasaran para tamunya, Mbah Kyai-pun menjelaskan : “Anu, itu cangkir-cangkir peninggalan para santri yang sudah lulus dari pesantren ini…”.
Kemudian dia mempersilahkan tamunya: “Silahkan ambil sendiri kopinya…”
Setengah berebut, tamunya memilih cangkir yang paling baik untuknya. Jumlah cangkir memang cukup dan semuanya mendapatkan cangkirnya, tetapi tentu saja yang duluan yang mendapatkan cangkir yang paling bagus.
Sambil memperhatikan tamu2nya menikmati kopi dari beraneka ragam cangkir, Mbah Kyai –pun siap memberikan SATU solusi untuk seluruh keluhan dan masalah yang disampaikan oleh tamu-tamunya.
“Dari yang saya dengarkan tadi, dan dari cangkir-cangkir kopi yang kalian pegang – masalah kalian sebenarnya sederhana”.
Dia melanjutkan:
“Selama ini terasa rumit, karena kalian fokus pada cangkirnya bukan pada kopinya. Yang kalian butuhkan kan kopi tho? – sedangkan cangkir hanyalah alat untuk bisa minum kopi. Bila kalian terlalu fokus pada alat, kalian tidak akan sampai pada tujuan…”
“Sekarang fokuslah pada kopi kalian, maka cangkir yang berwarna-warni beraneka bentuk tidak akan mengganggu kenikmatan kopi kalian…!”.
Lalu Mbah Kyai membacakan surat Ad Dzariyat – ayat 56, “Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah menyembah-Ku.”
Lalu beliau menutup nasehatnya: “Selama kalian tidak kehilangan fokus pada tujuan hidup kalian yaitu menyembah kepadaNya, selama kalian hanya mengajak masyarakat untuk menyembah kepadaNya, insyaallah kalian tidak akan terganggu oleh aneka persoalan ekonomi dan keluarga, jodoh, kesehatan, sakit dan kematian dan sejenisnya.”
Para tamu hanya manggut-manggut sambil menginstrospeksi diri, mereka mengurai permasalahan masing-masing di dalam hati. Dalam hati pula sebagian mereka berkata: “Jadi selama ini kita cuma rebutan cangkir, sampai mengesampingkan kopinya.. Masyaalloh?”
Sebagian ada lagi yang tersenyum, tersenyum geli melihat betapa lucu tingkahnya selama ini.
Kita.. Terkadang menilai sesuatu berdasar dari dzohirnya. Menilai seseorang sebatas wajah dan fisiknya. Menilai buku dari sampulnya. Menghormati karena kekayaan, pangkat dan jabatannya. Penampilan tak selamanya menampilkan keaslian. Kita tertipu dan ditipu oleh mata kita sendiri.
Ingatlah satu peribahasa, "Dari jarum yang buruk bisa tersulam kain yang bagus. Dari pena yang jelek mampu tersusun syair yang indah."
(Sumber: CAP, Cerita Anak Pesantren, Karya Jun Haris)
Maka satu demi satu rombongan tersebut mengutarakan problemnya masing masing. Ada yang mengeluhkan problem keluarganya yang seret ekonomi, ada yang meminta pengasihan supaya enteng jodoh, ada yang mengeluhkan anaknya yang bandel, ada yang meminta jampi-jampi untuk saudaranya yang sakit dlsb.
Setelah semua berkesempatan menyampaikan uneg-uneg mereka, Mbah Kyai minta ijin untuk mengambilkan kopi di belakang – saking sederhananya Kyai ini sampai tidak memiliki pembantu. Tidak lama kemudian Beliau datang dengan membawa teko berisi kopi, didampingi istrinya yang membawakan sejumlah cangkir.
Karena kesederhaannya pula diantara cangkir-cangkir tersebut tidak ada yang sama bentuk, model maupun ukurannya. Menyadari akan adanya rasa penasaran para tamunya, Mbah Kyai-pun menjelaskan : “Anu, itu cangkir-cangkir peninggalan para santri yang sudah lulus dari pesantren ini…”.
Kemudian dia mempersilahkan tamunya: “Silahkan ambil sendiri kopinya…”
Setengah berebut, tamunya memilih cangkir yang paling baik untuknya. Jumlah cangkir memang cukup dan semuanya mendapatkan cangkirnya, tetapi tentu saja yang duluan yang mendapatkan cangkir yang paling bagus.
Sambil memperhatikan tamu2nya menikmati kopi dari beraneka ragam cangkir, Mbah Kyai –pun siap memberikan SATU solusi untuk seluruh keluhan dan masalah yang disampaikan oleh tamu-tamunya.
“Dari yang saya dengarkan tadi, dan dari cangkir-cangkir kopi yang kalian pegang – masalah kalian sebenarnya sederhana”.
Dia melanjutkan:
“Selama ini terasa rumit, karena kalian fokus pada cangkirnya bukan pada kopinya. Yang kalian butuhkan kan kopi tho? – sedangkan cangkir hanyalah alat untuk bisa minum kopi. Bila kalian terlalu fokus pada alat, kalian tidak akan sampai pada tujuan…”
“Sekarang fokuslah pada kopi kalian, maka cangkir yang berwarna-warni beraneka bentuk tidak akan mengganggu kenikmatan kopi kalian…!”.
Lalu Mbah Kyai membacakan surat Ad Dzariyat – ayat 56, “Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah menyembah-Ku.”
Lalu beliau menutup nasehatnya: “Selama kalian tidak kehilangan fokus pada tujuan hidup kalian yaitu menyembah kepadaNya, selama kalian hanya mengajak masyarakat untuk menyembah kepadaNya, insyaallah kalian tidak akan terganggu oleh aneka persoalan ekonomi dan keluarga, jodoh, kesehatan, sakit dan kematian dan sejenisnya.”
Para tamu hanya manggut-manggut sambil menginstrospeksi diri, mereka mengurai permasalahan masing-masing di dalam hati. Dalam hati pula sebagian mereka berkata: “Jadi selama ini kita cuma rebutan cangkir, sampai mengesampingkan kopinya.. Masyaalloh?”
Sebagian ada lagi yang tersenyum, tersenyum geli melihat betapa lucu tingkahnya selama ini.
Kita.. Terkadang menilai sesuatu berdasar dari dzohirnya. Menilai seseorang sebatas wajah dan fisiknya. Menilai buku dari sampulnya. Menghormati karena kekayaan, pangkat dan jabatannya. Penampilan tak selamanya menampilkan keaslian. Kita tertipu dan ditipu oleh mata kita sendiri.
Ingatlah satu peribahasa, "Dari jarum yang buruk bisa tersulam kain yang bagus. Dari pena yang jelek mampu tersusun syair yang indah."
(Sumber: CAP, Cerita Anak Pesantren, Karya Jun Haris)
SU'UDZON PADA ALLAH
Terkadang Allah memberikan harta kekayaan
kepada hambaNya supaya mereka bersyukur. Bisa mentasharufkan
(membelanjakan) pada jalan Allah. Tapi mereka malah menganggap suatu
PEMBERATAN
Terkadang Allah memberikan pangkat dan kedudukan kepada hambaNya supaya mereka bisa mengatur dunia sebaik-baiknya sesuai perintahNya, tapi mereka anggap sebuah TIRANI
Terkadang Allah memberikan kemiskinan dan kemelaratan kepada hambaNya supaya mereka ringan hisabnya, supaya bersabar. Tapi mereka anggap sebuah KEHINAAN
Terkadang Allah memberikan hambaNya ujian, cobaan dan musibah supaya mereka mau kembali padaNya. Tapi mereka anggap sebuah KEMURKAAN.
Siapa yang suudzon kepada Allah, maka jangan harap hatinya ada setetes KEDAMAIAN
Terkadang Allah memberikan pangkat dan kedudukan kepada hambaNya supaya mereka bisa mengatur dunia sebaik-baiknya sesuai perintahNya, tapi mereka anggap sebuah TIRANI
Terkadang Allah memberikan kemiskinan dan kemelaratan kepada hambaNya supaya mereka ringan hisabnya, supaya bersabar. Tapi mereka anggap sebuah KEHINAAN
Terkadang Allah memberikan hambaNya ujian, cobaan dan musibah supaya mereka mau kembali padaNya. Tapi mereka anggap sebuah KEMURKAAN.
Siapa yang suudzon kepada Allah, maka jangan harap hatinya ada setetes KEDAMAIAN
IBLIS MAU TOBAT ?
Satu ketika nenek moyangnya setan yang bernama Iblis mendatangi Nabi Musa AS.
Ia berkata:
"Wahai Musa, Engkau adalah manusia yang diutus oleh Allah, dan Dia telah berfirman kepadamu secara langsung."
Melihat gelagat yang kurang enak maka Nabi Musa alaihi salam menjawab:
"Ya, benar. Apa yang kamu inginkan dan kamu ini siapa?"
Jawab Iblis:
"Aku iblis, wahai Musa! Dan katakan kepada Tuhanmu, ada diantara makhluk-Mu yang mau bertobat."
Nabi Musa sangat hati-hati dalam menghadapi Musuh para nabi ini. Kemudian Diapun berkata pada Allah apa yang dikatakan iblis kepadanya, dia tak ingin berbuat sesuatu tanpa perintah dari Allah.
Kemudian, setelah munajat, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS:
"Katakan padanya bahwa Aku menerima permohonannya. Dan sekarang perintahkan dia untuk sujud perhormatan kepada kuburannya Nabi Adam AS. Kalau dia mau bersujud (penghormatan) kepada Adam, Aku mau menerima tobatnya."
Setelah mendapat wahyu, nabi Musa AS segera memberitahukan berita ini kepada iblis.
"Kalau kamu pengin taubat, datangilah kuburan Adam alaihi salam, dan berilah sujud penghormatan kepada beliau!"
Tapi apa, iblis justru marah-marah dan dengan congkak mengumpat-umpat (misuh-misuh) pada nabi musa as.
Iblis membantah:
"Wahai Musa, aku sudah tidak sujud ketika Adam masih di surga, lalu bagaimana mungkin aku sujud padanya yang sudah mati. Diperintah oleh Allah untuk sujud saja aku menolak, apalagi yang memerintah adalah kamu yang hanya seorang nabi."
Sambil berlalu, iblis tetap mengumpat-umpat dan berjalan sambil terkentut-kentut, karena itulah salah satu kebiasaan iblis.
(Sumber: Majalisus Saniyah)
Ia berkata:
"Wahai Musa, Engkau adalah manusia yang diutus oleh Allah, dan Dia telah berfirman kepadamu secara langsung."
Melihat gelagat yang kurang enak maka Nabi Musa alaihi salam menjawab:
"Ya, benar. Apa yang kamu inginkan dan kamu ini siapa?"
Jawab Iblis:
"Aku iblis, wahai Musa! Dan katakan kepada Tuhanmu, ada diantara makhluk-Mu yang mau bertobat."
Nabi Musa sangat hati-hati dalam menghadapi Musuh para nabi ini. Kemudian Diapun berkata pada Allah apa yang dikatakan iblis kepadanya, dia tak ingin berbuat sesuatu tanpa perintah dari Allah.
Kemudian, setelah munajat, Allah menurunkan wahyu kepada Nabi Musa AS:
"Katakan padanya bahwa Aku menerima permohonannya. Dan sekarang perintahkan dia untuk sujud perhormatan kepada kuburannya Nabi Adam AS. Kalau dia mau bersujud (penghormatan) kepada Adam, Aku mau menerima tobatnya."
Setelah mendapat wahyu, nabi Musa AS segera memberitahukan berita ini kepada iblis.
"Kalau kamu pengin taubat, datangilah kuburan Adam alaihi salam, dan berilah sujud penghormatan kepada beliau!"
Tapi apa, iblis justru marah-marah dan dengan congkak mengumpat-umpat (misuh-misuh) pada nabi musa as.
Iblis membantah:
"Wahai Musa, aku sudah tidak sujud ketika Adam masih di surga, lalu bagaimana mungkin aku sujud padanya yang sudah mati. Diperintah oleh Allah untuk sujud saja aku menolak, apalagi yang memerintah adalah kamu yang hanya seorang nabi."
Sambil berlalu, iblis tetap mengumpat-umpat dan berjalan sambil terkentut-kentut, karena itulah salah satu kebiasaan iblis.
(Sumber: Majalisus Saniyah)
SURAT IMAM AL GHAZALI
Imam Al-Ghazali, penulis kitab Ihya Ulumuddin,
pernah mengirim surat kepada salah seorang muridnya. Melalui surat itu,
Al-Ghazali ingin menyampaikan tentang pentingnya memadukan antara ilmu
dan amal. Karena ilmu saja tidak cukup, harus ada pengajaran dan pengamalan.
***
Assalamu alaikum wr wb
Anakku…
Nasihat itu mudah. Yang sulit adalah menerimanya. Karena, ia keluar dari mulut yang tidak biasa merasakan pahitnya nasihat. Sesungguhnya siapa yang menerima ilmu tetapi tidak mengamalkannya, maka pertanggungjawabannya akan lebih besar. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat kelak adalah orang berilmu (‘alim ulama) yang tidak memanfaatkan ilmunya.”
Anakku…
Janganlah engkau termasuk orang yang bangkrut dalam beramal, dan kosong dari ketaatan yang sungguh-sungguh. Yakinlah, ilmu semata tak akan bermanfaat-tanpa mengamalkannya. Sebagaimana halnya orang yang memiliki sepuluh pedang Hindi; saat ia berada di padang pasir tiba-tiba seekor macan besar nan menakutkan menyerangnya, apakah pedang-pedang tersebut dapat membelanya dari serangan macan, jika ia tidak menggunakannya?! Begitulah perumpamaan ilmu dan amal. Ilmu tak ada guna tanpa amal.
Anakku…
Sekalipun engkau belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, kamu tidak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Anakku…
Selama tidak beramal, engkaupun tidak akan mendapatkan pahala. Ali Karramallahu wajhahu berkata, “Siapa yang mengira dirinya akan sampai pada tujuan tanpa sungguh-sungguh, ia hanyalah berangan-angan. Angan-angan adalah barang dagangan milik orang-orang bodoh."
Hasan Al-Basri rahimahullah berkata, “Meminta surga tanpa berbuat amal termasuk perbuatan dosa.”
Dalam sebuah khabar, Allah SWT berfirman, “Sungguh tak punya malu orang yang meminta surga tanpa berbuat amal.”
Rasulullah saw bersabda, “Orang cerdas ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan orang bodoh ialah siapa yang memperturutkan hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Allah.”
Anakku…
Hiduplah semaumu, karena pada hakikatnya engkau itu mayit. Cintailah sesukamu, karena pasti engkau akan meninggalkannya. Dan, lakukanlah amal karena pasti engkau akan diberi balasan.
Ilmu tanpa amal adalah gila.
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44). Dan, amal tanpa ilmu adalah sia-sia.
Keduanya harus dipadukan satu sama lain.
Ilmu semata tak akan menghindarkanmu dari maksiat hari ini, dan tidak pula dapat menyelamatkanmu dari siksa neraka di hari esok. Jika hari ini kamu tidak sungguh-sungguh beramal, maka pada hari kiamat kelak engkau akan berkata,
“Kembalikanlah kami (ke dunia) agar dapat melakukan amal salih.”
Namun dijawab, “Hei kamu, bukankah kamu telah dari sana?!”
Camkanlah anakku..
Semoga ilmumu manfaaat dunia akherat.
Wassalamu alaikum wr wb
(Sumber: Manakibul Ghazali)
***
Assalamu alaikum wr wb
Anakku…
Nasihat itu mudah. Yang sulit adalah menerimanya. Karena, ia keluar dari mulut yang tidak biasa merasakan pahitnya nasihat. Sesungguhnya siapa yang menerima ilmu tetapi tidak mengamalkannya, maka pertanggungjawabannya akan lebih besar. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Orang yang paling berat azabnya pada hari kiamat kelak adalah orang berilmu (‘alim ulama) yang tidak memanfaatkan ilmunya.”
Anakku…
Janganlah engkau termasuk orang yang bangkrut dalam beramal, dan kosong dari ketaatan yang sungguh-sungguh. Yakinlah, ilmu semata tak akan bermanfaat-tanpa mengamalkannya. Sebagaimana halnya orang yang memiliki sepuluh pedang Hindi; saat ia berada di padang pasir tiba-tiba seekor macan besar nan menakutkan menyerangnya, apakah pedang-pedang tersebut dapat membelanya dari serangan macan, jika ia tidak menggunakannya?! Begitulah perumpamaan ilmu dan amal. Ilmu tak ada guna tanpa amal.
Anakku…
Sekalipun engkau belajar selama 100 tahun dan mengumpulkan 1000 kitab, kamu tidak akan mendapatkan rahmat Allah tanpa beramal.
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An-Najm: 39)
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya." (QS. Al-Kahfi: 110)
Anakku…
Selama tidak beramal, engkaupun tidak akan mendapatkan pahala. Ali Karramallahu wajhahu berkata, “Siapa yang mengira dirinya akan sampai pada tujuan tanpa sungguh-sungguh, ia hanyalah berangan-angan. Angan-angan adalah barang dagangan milik orang-orang bodoh."
Hasan Al-Basri rahimahullah berkata, “Meminta surga tanpa berbuat amal termasuk perbuatan dosa.”
Dalam sebuah khabar, Allah SWT berfirman, “Sungguh tak punya malu orang yang meminta surga tanpa berbuat amal.”
Rasulullah saw bersabda, “Orang cerdas ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya dan berbuat untuk setelah kematian. Dan orang bodoh ialah siapa yang memperturutkan hawa nafsunya dan selalu berangan-angan akan mendapatkan ampunan Allah.”
Anakku…
Hiduplah semaumu, karena pada hakikatnya engkau itu mayit. Cintailah sesukamu, karena pasti engkau akan meninggalkannya. Dan, lakukanlah amal karena pasti engkau akan diberi balasan.
Ilmu tanpa amal adalah gila.
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44). Dan, amal tanpa ilmu adalah sia-sia.
Keduanya harus dipadukan satu sama lain.
Ilmu semata tak akan menghindarkanmu dari maksiat hari ini, dan tidak pula dapat menyelamatkanmu dari siksa neraka di hari esok. Jika hari ini kamu tidak sungguh-sungguh beramal, maka pada hari kiamat kelak engkau akan berkata,
“Kembalikanlah kami (ke dunia) agar dapat melakukan amal salih.”
Namun dijawab, “Hei kamu, bukankah kamu telah dari sana?!”
Camkanlah anakku..
Semoga ilmumu manfaaat dunia akherat.
Wassalamu alaikum wr wb
(Sumber: Manakibul Ghazali)
Langganan:
Postingan (Atom)